Adhisty Orizha Sativa, mahasiswi Bahasa Asing Terapan berhasil menyelesaikan pengabdian masyarakat di Prefektur Tokushima, Jepang.  

Kegiatan pengabdian masyarakat tersebut bekerja sama dengan NICE Workcamp Japan melalui Dejavato Foundation yang telah berlangsung pada tanggal 18 – 31 Agustus 2023. International Voluntary Service Project Kamojima 2 merupakan kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh Adhisty, yang mana salah satu program dari NICE Workcamp Japan. Program tersebut memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melaksanakan pengabdian masyarakat berskala Internasional yang diikuti dari berbagai negara, seperti Belgia, Prancis, Hongkong, dan Italia.

Kegiatan pengabdian masyarakat di Jepang yang dilakukan oleh Adhisty setiap harinya adalah mengunjungi Jidoukan. Jidoukan merupakan sarana pendidikan yang disediakan oleh pemerintah kota sebagai tempat belajar dan bermain bagi anak-anak mulai dari usia 0 hingga 12 tahun. Selain itu, ada beberapa kegiatan lainnya yang dilakukan Adhisty untuk dapat memahami dan merasakan pengalaman secara langsung mengenai kebudayaan Jepang. Diantaranya yaitu Hana Road Project yang mana para relawan melakukan pemangkasan pada pekarangan bunga yang biasa dilakukan tiap 3 bulan sekali. Kunjungan ke Kuil Oasahiko juga menjadi salah satu kegiatan yang dilakukan Adhisty untuk mengenal dan mempelajari secara langsung tempat bersejarah yang ada di Prefektur Tokushima, Jepang. 

pengabdian masyarakat di Jepang

Berpartisipasi pada International Voluntary Service Project kali ini tentunya dapat mengenal dan mempelajari lebih dalam mengenai sistem pendidikan anak usia dini, monitoring pembentukan karakter anak-anak di Jepang, serta memperkaya pengetahuan dan merasakan pengalaman kebudayaan tradisional maupun modern secara langsung. Tidak hanya itu, keikutsertaan dalam kegiatan pengabdian masyarakat di Jepang juga dapat mengasah dan mengimplementasikan  beberapa mata kuliah yang telah Adhisty pelajari selama perkuliahan.Melalui program ini, saya juga bisa berkomunikasi secara langsung dengan orang asing. Biasanya kami berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dan bahasa Jepang dikarenakan ada beberapa anggota yang tidak bisa menggunakan bahasa Inggris sehingga kami harus mengobrol dengan bahasa Jepang begitupun sebaliknya”. Ia juga menuturkan bahwa pengalaman dan ilmu yang didapatkan tentu akan menjadi bekal dalam menyelesaikan studi sesuai dengan keahliannya. 

 

 

 

Penulis: Jihan Ainiyah Firdaus