Pengalaman Adristi Maharani selama menjalani perkuliahan di National Kaohsiung University of Hospitality and Tourism (NKUHT) menarik untuk disimak. Selain pengalaman akademik, mahasiswa angkatan 2021 dari Prodi Bahasa Asing Terapan ini berbagi pengalamannya menjelajah Kota Kaohsiung, kota pelabuhan terbesar di Taiwan Selatan. Berikut adalah pengalaman awardee program Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) ini.
Merasakan hidup di Taiwan selama kurang lebih 3 bulan adalah pengalaman yang berkesan bagi saya. Banyak sekali pengetahuan dan wawasan baru yang saya dapatkan di sini. Let me tell you about my students life in Taiwan!
Selama saya belajar di NKUHT, saya melihat seperti apa kehidupan mahasiswa di Taiwan. Khususnya mahasiswa dalam universitas yang berfokus di perhotelan dan pariwisata. Di NKUHT, para mahasiswa diwajibkan untuk menggunakan seragam yang diberikan oleh kampus setiap harinya. Kampus ini memberikan banyak opsi seragam, dari mulai seragam casual, sporty, hingga seragam formal. Selain itu, tiap jurusan juga mempunyai seragam khusus yang mereka miliki. Contohnya, jurusan culinary arts memiliki seragam lengkap seperti seorang chef untuk kelas-kelas praktikal mereka. Hal ini adalah hal unik yang saya temukan di sini, karena bukan hal yang biasa untuk suatu universitas masih mewajibkan mahasiswanya dengan seragam tertentu.
Di luar kegiatan kampus, saya mendapatkan banyak kesempatan untuk mengeksplor kota Kaohsiung dan Taiwan. Night market di Taiwan menjadi salah satu hal yang harus dilakukan di Taiwan. Banyak sekali jajanan khas Taiwan yang bisa dinikmati di night market yang tersebar di seluruh kota di taiwan, contohnya seperti bubble tea, xiǎolóngbāo (dimsum), scallion pancake, dan máng guǒ bīng (es serut mangga).
Selain itu, saya juga berkesempatan untuk mengikuti beberapa kegiatan yang mengenalkan budaya Taiwan sekaligus mengunjungi destinasi-destinasi wisata. Beberapa diantaranya adalah Dragon and Tiger Pagoda, Museum Buddha Fo Guang Shan, dan beberapa cultural workshop.
Di balik itu semua, language barriers adalah salah satu tantangan terbesar yang saya hadapi. Tetapi, setelah interaksi-interaksi yang saya jalani setiap harinya, saya menyadari bahwa bahasa bukanlah satu-satunya alat komunikasi. Gestur, ekspresi wajah, dan keinginan untuk saling memahami ternyata bisa membantu dalam mengatasi tantangan tersebut. Selain itu, teknologi yang semakin berkembang juga sangat membantu. Seringkali saya menggunakan Google Translate untuk berkomunikasi dengan masyarakat lokal dalam situasi tertentu saat gestur dan hal lainnya tidak cukup untuk mengatasi. Secara keseluruhan, pengalaman saya belajar di Taiwan tidak hanya mengasah kemampuan saya dalam beradaptasi, tetapi juga mengajarkan tentang pentingnya toleransi dan empati dalam komunikasi lintas budaya.
Komentar Terbaru